Judul: Elipsis
Penulis: Devania Annesya
Penyunting: Amanda Dwiarsianti, Anida Nurrahma
Perancang Sampul & Penata Letak: Teguh Tri Erdyan
Halaman: 221 hal
Tahun Terbit: 2014
Penerbit: POP, Kepustakaan Populer Gramedia
ISBN: 978-979-91-0775-6
Berpisah darimu bagaikan sebuah elipsis- jeda yang tak terisi oleh kata-kata. Ketika kau jauh, aku menemukan bahwa di antara kita ada ikatan tak kasat mata, kata-kata yang tak terucap, rasa yang tak terungkap, memori yang menguat seiring besarnya jurang pemisah antara kita. Kau bilang kau mencintaiku. Kau bilang kau akan kembali. Namun selalu ada ruang untuk meragu. Selalu ada elipsis yang kemudian diisi oleh rasa kehilangan. Selalu ada jeda bagi hati yang kosong.
Kalau kau terus berpura-pura, suatu saat kepura-puraan itu akan menjadi sosokmu yang sesungguhnya. Kau akan kehilangan dirimu sendiri. -4
Jujur, untuk membaca novel ini lagi, saya harus menyiapkan mental. Saya merasa sedih sampai sulit untuk menjelaskan apa yang saya rasakan.
Kalea Alexandra berharap kepindahannya dari Jakarta ke Bogor bisa menghilangkan masalah hidupnya. Nyatanya, di sana dia malah bertemu Atraneza Saputra tetangganya yang aneh, penggali kubur anti sosial.
Di awal pertemuan bukanlah hal yang menarik bagi keduanya. Atran dianggap melempar kutukan pada Kalea membuat gadis itu blingsatan seolah kesialan selalu menimpanya.
Semakin berjalannya waktu, Kalea dan Atran malah makin dekat. Kalea tahu mereka sangat bertolak belakang. Jika diibaratkan dengan warna, ia putih dan Atran hitam. Mereka saling berlawanan. Namun ketika bersama, mereka saling melengkapi. -103
Kata orang, mereka ini pasangan aneh. Tapi siapa juga yang peduli? Seseorang nggak perlu menjadi sempurna untuk dicintai (13). Toh seseorang tidak perlu menjadi cerdas untuk dicintai dan mencintai (15).
Ujian pun datang. Ayah Atran mengabarkan bahwa Ibu Atran sakit dan butuh Atran. Atran di Tampa, Kalea di Bogor, LDR bukan perkara gampang.
Dua tahun setelah LDR, mereka kehilangan kontak. Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka?
Bagi saya, pasangan ini unik walaupun karakter keduanya berbeda. Mereka bisa saling mengisi, melengkapi. Selain kisah cinta mereka, di novel ini juga ada semacam alarm untuk orang tua.
Bukankah setiap orangtua sering tidak sadar merusak anaknya sendiri? Mereka kadang lupa bahwa setiap anak selalu menatap pada satu-satu yang dapat dilihatnya, kedua orangtuanya. Mereka lupa penolakan yang mereka lakukan dapat menghancurkan segala pondasi terdalam yang dimiliki anak-anaknya. Atran mungkin hanya satu dari sekian banyak contoh penghancuran tersebut. Ia ditolak dan diingkari (176).
Anak adalah cerminan orang tua. Ketika orang tua tidak mau menerima, lalu ke mana lagi mereka mencari perlindungan. Jujur saya menangis membayangkan penolakan yang terjadi pada Atran atas kondisinya yang dianggap tidak normal.
Peluk anak-anak kita, dekap, rasakan betapa mereka adalah anak-anak hebat terlepas dari segala kekurangan mereka.
Euwige Liefde is liefde die niet meer terugkomt. Cinta yang abadi adalah yang tak kembali (67).
Baca juga:
http://jiahjava.blogspot.in/2013/04/atran-when-youre-away.html
Tidak ada komentar
Komentar, yuk!